DINAMIKA KONFLIK
Konflik
biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.
Karakteristik-karakteristik kepribadian tertentu, seperti otoriter atau
dogmatis juga dapat menimbulkan konflik. Arti konflik banyak dikacaukan
dengan banyaknya definisi dan konsepsi yang saling berbeda. Pada
hakekatnya konfilk dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi
pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik
Organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua
atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang timbul karena
adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya
yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau kenyataan bahwa
mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.
JENIS-JENIS KONFLIK
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.Konflik
dalam diri individu Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang
memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2.Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama karena pertentengan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
3.Konflik
antar individu dan kelompok seringkali berhubungan dengan cara
individumenghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang
ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
4.Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe
konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar
lini dan staf, pekerja dan pekerja.
5.Konflik antar organisasi konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Menghindar
Menghindari
konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan
akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang
memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri.
Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu
dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan
hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
Mengakomodasi
Memberi
kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di
tempat yang pertama.
Kompetisi
Gunakan
metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi
dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu
konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk
alasan-alasan keamanan.
Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing
memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling
memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang
dapat menguntungkan semua pihak.
Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
MOTIVASI
Prof.
Dr. Mr Pradjudi Armosudiro mengatakan “organisasi adalah struktur
pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang
pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama
mencapai tujuan tertentu.
James D Mooney berpendapat bahwa “Organization is the form of every human, association for the assignment of common purpose” atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian suatu tujuan bersama.
Chester L Bernard (1938) mengatakan bahwa “Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih ( Define organization as a system of cooperative of two or more persons ) yang sama-sama memiliki visi dan misi yang sama.
Paul
Preston dan Thomas Zimmerer mengatakan bahwa “Organisasi adalah
sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok, yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.” (Organization is a collection people, arranged into groups, working together to achieve some common objectives).
Stephen
P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif
dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus
untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Dari
beberapa pengertian motivasi diatas, maka pemakalah dapat menyimpulkan
bahwa pengertian motivasi adalah pemberian daya pendorong atau penggerak
yang diberikan pimpinan kepada seseorang dengan maksud agar seseorang
itu mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan
organisasi adalah system kerjasama yang dilakukan dalam sebuah
perkumpulan baik formal dan informal, sehingga dapat kita tarik
kesimpulan bahwa motivasi dalam organisasi adalah pemberian daya
penggerak dari seluruh system yang ada dalam sebuah organisasi sehingga
tujuan organisasi tersebut dapat tercapai.
Motivasi
adalah sesuatu yang dapat menjadi penggerak serta pemicu semangat
seseorang untuk meraih tujuan atau cita – cita yang ia inginkan. dalam
dunia kerja, motivasi memegang peranan penting dalam usaha pencapaian
tujuan suatu organisasi,sehebat apapun recana yang telah dibuat oleh
manajemen apabila dalam proses aplikasinya dilakukan oleh orang orang
(karyawan) yang kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat
maka akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana tersebut.
Sebenarnya banyak pengertian – pengertian serta penafsiran tentang motivasi diantaranya adalah :
a.
Motivasi sebagai pengarah pencapaian tujuan untuk seseorang adalah
sesuatu yang dapat mengarah tuju seseorang dalam tindakan – tindakan,
baik dengan cara negatif maupun positif
b.
Motivasi sebagai pendorong adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat kepada seseorang, organisasi, atau keluarga untuk mengapai
segala keinginannya. Motivasi jenis ini dapat menjadi kekuatan yang
sangat besar untuk seseorang, organisasi, atau keluarga untuk senantiasa
bersungguh – sunggu dalam mencapai hajat atau tujuannya. Kemudian
apabila hajat atau tujuan tersebut belum tercapai, biasanya keinginan
(motivasi) yang akan menjadi berkali – kali lipat lebih kuat.
c.
Motivasi sebagai pemicu kesungguhan seseorang adalah tahap pencapaian
kesungguhan seseorang untuk meraih cita – cita atau keinginan. Motivasi
dapat menjadi suatu cara untuk mengukur seberapa besar kesungguhan
seseorang untuk meraih keinginan atau cita – citanya, karena dalam skala
prioritas semakin penting keinginannya maka akan semakin besar pengaruh
dorongan (motivasi) tersebut.
d.
Motivasi sebagai stimulator adalah stimulator atau semangat dapat
merangsang cara kerja pikiran untuk mencapai sesuatu yang benar – benar
di inginkan.
Sebenarnya
masih banyak lagi pengertian – pengertian tentang motivasi, baik yang
berasal dari para ahli maupun dari hasil terkaan. Pada dasarnya motivasi
atau dorongan sangat di perlukan oleh setiap orang, agar dapat menjadi
mewujudkan segala keinginnya, karena apabila seseorang tidak mendapatkan
motivasi maka orang tersebut akan mengalami kendala yang besar dari
segi psikologis. Faktor psikologis yang di pengaruhi oleh motivasi
diantaranya adalah faktor timbulnya semangat untuk seseorang terus
berusaha dan berkarya untuk meraih segala keinginannya.
Dalam motivasi juga ada hal yang sering di sebut sebagai Teori Motivasi,
motivasi adalah sesuatu yang dapat diatamati dan berbentuk nyata. Akan
tetapi motivasi adalah suatu hal yang hanya dapt disimpulkan karena
hanya suatu perilaku yang tampak, motivasi pada organisasi sesungguhnya
adalah suatu hal yang sangat kerusial karena dalam organisasi kebutuhan
setiap anggota adalah berbeda – beda adanya serta berkembang sesuai
dengan keadaan masing – masing individu.
faktor yang mempengaruhi terjadinya proses Pemotivasian di organisasi, diantaranya :
a. Adanya Tujuan
Maksudnya
adalah setiap orang atau individu pasti memiliki tujuan, visi, atau pun
misi. Jadi semakin besar tujuan atau semakin pentingnya misi tersebut
maka akan semakin besar pula pengaruh motivasi yang terjadi.
b. Adanya Tantangan (challenge)
Maksudnya
adalah bila kita ketahui di setiap kehidupan manusia pasti ada
tantangan yang akan berbuah manis untuk dirinya, contohnya adalah
seorang mahasiswa di berikan tantangan (challenge) oleh dosen dikelas
untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dengan rewardnya ada nilai
maksimum atau nilai A. Maka jelas dengan sendirinya motivasi yang besar
tertanam didalam diri mahasiswa tersebut, bagaimana caranya bisa
mendapatkan nilai maksimum atau nilai A.
c. Adanya Tanggung Jawab
Maksudnya
adalah apabila setiap individu diberikan tanggung jawab yang sesuai
dengan keahlian serta kemampuannya, maka ia akan berusaha sekuat mungkin
untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Jadi tanggung
jawab dapat mengimplementasikan adanya suatu totalitas di dalam
organisasi, yang akan menyebabkan tingkat motivasi kerja semakin tinggi.
d. Adanya kepemimpinan (leadership)
e. Adanya Keharmonisan
TEORI MOTIVASI
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah
sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik,
manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi,
Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi
kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7)
tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk
memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori
tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3)
teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua
Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori
Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari
berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294;
Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar
pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki
kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman
(safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love
needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri
(self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah
menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya
sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan
klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan
manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow
semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”.
Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki”
dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang,
pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan
sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang
bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman
serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam
hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan)
Jika
makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.
Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat
dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “
Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat
menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa
berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara
serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan
diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua
Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene
atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau
pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara
lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem
administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat
dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang
bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti
teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai,
dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan
hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan
petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai
persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai.
Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi
organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi,
sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para
pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing,
pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin
Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan
persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model
instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor
H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”.
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin
dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya
akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh
hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang
diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi
rendah.
Di
kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori
harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang
pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan
hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat
untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting
karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui
secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai
teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan
sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya
sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal
dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari
perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri
seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam
hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang
mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan
perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh
yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat
pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang
dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya
itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya,
misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya
semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi
positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat
berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman
akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat
pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat
tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia
yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik
tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna,
dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para
ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi
yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan
para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang
mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut
model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f)
kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan
faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada
umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.